Langsung ke konten utama

Ana Catur Mungkur

Ana catur mungkur arti lugasnya adalah "ada pembicaraan membelakangi". Secara kiasan ungkapan itu dimaksudkan untuk menggambarkan yang menyangkut keburukan atau kelemahan pihak orang lain. Catur artinya ngrasani eleking liyan (membicarakan keburukan orang lain) dengan maksud menjatuhkan atau menghina orang tersebut. Tindakan ngrasani (membicarakan, atau mempergunjingkan) harus dipandang sebagai perbuatan yang tidak baik karena dapat menimbulkan sakit hati pada diri orang yang dirasani (pihak yang dibicarakan keburukannya). Pada umumnya, nyatur atau ngrasani (membicarakan) orang lain itu mengacu pada sudut kelemahannya atau sisi negatifnya, dan jarang membicarakan dari sudut kebaikannya karena tujuannya memang untuk menjatuhkan martabat orang yang dirasani atau dipergunjingkan. Ungkapan ini sejajar dan selaras dengan nasihat aja metani alaning liyan (jangan mencari-cari keburukan orang lain).

Seseorang lazimnya lebih senang mencela orang lain. Ia enggan dan tidak mau mengerti tentang kesalahan sendiri. Tindakan itu sangat negatif karena dapat menimbulkan perselisihan. Pertama, hampir semua orang tidak suka dipergunjingkan keburukannya. Orang cenderung akan kecewa, sakit hati, atau bahkan marah sewaktu orang lain ngrasani keburukan diri kita, keluarga kita, masyarakat kita yang secara norma hukum dan sosial tidak ada kaitannya dengan "sang penggunjing".
Kedua, tindakan ngrasani sebagai tindakan tidak transparan. Sang penggunjing dapat melihat keburukan orang lain, tapi tidak berani mengatakan keburukan diri sendiri. Lebih jauh, seseorang cenderung tidak konsekuen, dapat atau mau melihat kesalahan orang lain sekecil apapun tetapi tidak mau melihat kesalahan diri sendiri walaupun kesalahan itu sangat besar. Sikap dan perilaku nyatur (mempergunjingkan) kesalahan orang itu ibarat gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak.

Para pendahulu Jawa telah memberikan wejangan atau nasihat agar seseorang tidak mempergunjingkan kesalahan orang lain. Ia lebih baik mengoreksi diri atau kesalahannya sendiri dengan harapan dapat memperbaiki perbuatannya. Akan tetapi, hal itu sudah pasti sulit dilakukan jika tidak didasarkan pada sikap lembah manah (rendah hati). Nasihat atau wejangan tersebut disapaikan dengan ungkapan wong ikut ora bisa ngilo githoke dhewe (seseorang itu tidak dapat berkaca pada punggung sendiri). Maksudnya, seseorang itu tidak dapat melihat kesalahan diri sendiri, dan justru pandai melihat kesalahan orang lain. Cermin adlaah kaca yang dapat menampakkan sesuatu yang ada di depannya. Apa yang terlihat di cermin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun tidak mungkin orang bercermin pada punggung sendiri. Punggung jelas bukan cermin sehingga tidak mampu memperlihatkan kesalahan yang telah diperbuat pada waktu sebelumnya.

Ungkapan ana catur mungkur menganjurkan kita untuk tidak membicarkan kelemahan orang lain. Jika ada orang lain yang mengaak dirinya untuk membicarakan kelemahan orang lain, jika ada orang yang sengaja menyeret kita untuk mempermasalahkan kelemahan orang lain, segeralah untuk menghindar. Segeralah untuk mungkur (menghindar) dari pembicaraan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aja Metani Alaning Liyan

Ungkapan aja metani alaning liyan berisi nasihat yang berorientasi pada upaya untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam pergaulan sosial. Pendek kata, agar terjadi situasi hidup bermasyarakat yang saling percaya, saling menghormati, saling menghargai demi terciptanya lingkungan sosial-kemasyarakatan yang harmonis. Kata metani dalam ungkapan tersebut terbentuk dari kata dasar bahasa Jawa petan (cari kutu rambut), dan metani berati (mencari kutu rambut). Petan yang berubah menjadi metani sebagai bentuk aktif, yang berarti mencari kutu rambut. Kata alaning (jeleknya) terbentuk dari kata ala (jelek) dan mendapat akhiran ning . Kata liyan (lain, pihak lain) berasal dari kata dasar liya yang mendapat ahiran an lain, sehingga berarti lain atau orang lain. Kutu rambut adalah hewan yang sangat kecil, sudah pasti hewan itu sulit didapatkan. Orang mencari kutu rambut memberi gambaran mencari sesuatu yang kecil di tengah-tengah rambut. Akan tetapi, pekerjaan yang sulit itupu

Aja Nggege Mangsa

Ungkapan aja nggege mangsa terdiri dari kata aja (jangan), nggege (mempercepat atau mendahului) dan mangsa (waktu). Secara eksplisit, ungkapan aja nggege mangsa berarti ‘jangan mendahului waktu’. Dalam etika dan filsafat Jawa, ungkapan itu memiliki makna yang lebih dalam. Pemaknaanya terkait erat dengan sikap hidup dan kaitan jati dir manusia sebagai individu, sosial dan umat ciptaan Tuhan. Ungkapan aja nggege mangsa berisi nasihat agar dalam upaya mencapai maksud atau cita-cita tertentu, seseorang harus mampu mengendalikan dirinya. Demi suatu keinginan sesorang dianjurkan untuk tidak melakukan kecurangan. Tanpa didasari oleh pengendalian diri dan keyakinan bahwa segalanya akan ditentukan oleh Tuhan, seseorang seringkali tergelincir pada sikap nggege mangsa (mendahului waktu). Dari keinginan yang tidak terkendali itu, seseorang bisa terperosok pada tindakan negatif asal tujuan atau keinginannya tercapai. Untuk menghindar dari hal tersbut, maka dalam berusaha kita perlu menyeimb